Pendidikan,
1.
Kognivistik
Sebagai Pandangan Baru dalam Psikologi Pendidikan
2.
Social
Cognitivism Albert Bandura
Teori Pembelajaran
Kognitivistik
1.
Kognivistik
Sebagai Pandangan Baru dalam Psikologi Pendidikan
Manusia merupakan makhluk
yang sangat kompleks luar maupun dalam, dengan artian dalam merespon sesuatu
manusia melibatkan bukan hanya faktor-faktor eksternal melainkan perpaduan
antara faktor eksternal dan faktor dalam (kognisi) yang terus berkembang
seiring bertambahnya. Dalam perpaduannya, faktor kognisi lebih berperan dan
sangat bergantung pada insight (pemahaman
mendalam akan sesuatu). Insight akan
berkembang seiring dengan bertambahnya usia serta pengalaman seseorang sehingga
kasus demi kasus yang telah dihadapinya akan terhubung satu dengan yang lainnya
membentuk suatu hubungan yang kompleks (Winataputra, 2007).
Premis dasar
berkembangnya teori kognitif berpijak pada ketidakpuasan ahli terhadap
pandangan bahwa belajar merupakan proses hubungan stimulus-response-reinforcement. Para ahli jiwa berpendapat bahwa
tingkah laku manusia dipengaruhi oleh insight
yang sangat kompleks menjadi suatu pondasi dalam menentukan perilaku seorang
pembelajar (Soemanto, 2012).
Pada dasarnya, apabila
perilaku manusia hanya berpaku pada stimulus eksternal, maka manusia akan
menjadi seperti arah angin yang akan hanya terus mengikuti arah gerak angin
secara konstan. Faktanya, manusia memiliki kemampuan self-reflective dan self-reactive
yang dapat mengontrol pikiran, perasaan, motivasi, dan aksinya. Dalam
keseharian, manusia dapat “menetapkan” beberapa standar perilaku yang akan
diadopsi menjadi suatu panduan dan motivasi dan mengatur perilakunya (respon)
(Bandura & Dale, 1981).
Sebagaimana yang dapat
diamati, manusia bukan hanya melihat mekanisme internal yang di atur oleh alam.
Manusia merupakan agen pengalaman,
bukan hanya mengalami pengalaman tersebut. System sensorik, motoric, dan otak
adalah alat-alat yang digunakan manusia dalam menyelesaikan tugas dan tujuan
yang akan memberikan makna, arah, dan kepuasan tertentu pada hidupnya (Harre
& Gillet, 1994).
Melalui pengaturan
motivasi dan aktivitas, manusia menghasilkan pengalaman yang akan membentuk
substrat fungsi neurobiologis dari symbolisasi, social, psikomotorik, dan
kecakapan lainnya. Sifat alamiah dari pengalaman ini tentunya sangat terikat
dengan tipe social dan fisik lingkungan yang dipilih dan dibangun manusia.
Suatu agen perspektif yang menumbuhkan garis wawasan baru dalam kajian
konstruksi social dari struktur fungsional otak manusia (Eisenberg, 1995).
2.
Social
Cognitivism Albert Bandura
Albert Bandura adalah
salah seorang tokoh psikologi yang menyebutkan bahwa keyakinan memiliki kemampuan
untuk mengelola dan melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dengan istilah
efikasi diri. Efikasi diri berkaitan erat dengan konsep diri, harga diri, dan locus of control. Dalam teori social
kognitif, efikasi diri merupakan faktor krusial bagi seseorang, rendahnya
efikasi dalam diri seseorang akan menyebabkan rendahnya kepercayaan dirinya dan
berkorelasi langsung dalam meningkatkan kecemasan dan perilaku menghindar
seseorang. Hal demikian bukanlah sebab dari ancaman, melainkan rendahnya
kepercayaan diri yang akan membuat orang tersebut tidak mempunyai kecakapan
dalam mengelola aspek-aspek yang beresiko (Bandura, 1997).
Albert Bandura dan
Richard Walters (1959, 1963) dalam Mustafa (2011) menyatakan bahwa peniruan
yang dilakukan seorang anak akan tetap membentuk regulasi-diri bahkan bila hal
tersebut tidak diiringi dengan adanya penguatan (reinforcement). Kuncinya adalah proses alamiah meniru suatu model,
hal demikian dinamakan “observational
learning”.
Lebih lanjut,
bandura (1997) dalam Rustika (2012)
menyatakan bahwa belajar observasional ditentukan oleh empat sub-proses, yaitu:
(a) Proses attentional, proses ini
menentukan apa yang diseleksi untuk diamati; (b) proses retention, proses ini berhubungan dengan proses representasi
kognitif; (c) proses production,
dalam proses ini konsep diterjemahkan ke dalam tindakan yang sesuai; dan (d)
proses motivational, beberapa hal
yang menentukan proses ini: external
incentives, vicarious incentives, self-incentives, dan observer attributes. Dalam meningkatkan motivasi seseorang, dalam
hal ini peserta didik, Bandura (1997) menyatakan bahwa beberapa cara dapat
ditempuh, seperti persuasi verbal, yaitu informasi yang sengaja diberikan
kepada orang yang akan diubah efikasi dirinya dengan cara seperti memberi dorongan
semangat serta pembelajaran dengan metode tutor. Suatu penelitian yang
dilakukan oleh Arjanggi dan Titin (2010) mengemukakan bahwa adanya peningkatan
regulasi-diri (self-regulation) saat
membelajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran tutor sebaya.
Bandura dalam Hall, dkk
(2002) mengemukakan ada empat komponen dalam proses observational learning,
yaitu:
1. Attention process;
sebelum melakukan peniruan atau modeling, individu menaruh perhatian terhadap
model yang akan ditiru.
2. Retention process;
setelah memperhatikan, mengamati model tersebut kemudian disimpan dalam bentuk
simbol-simbol (tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual, melainkan juga
melalui verbalisasi) yang suatu saat digunakan dalam bentuk peniruan tingkah
laku.
3. Motor Reproduction
Process; supaya bisa mereproduksi tingkah laku secara tepat, seseorang harus
sudah bisa memperlihatkan kemampuan-kemampuan motorik. Kemampuan motorik
meliputi kekuatan fisik.
4. Ulangan-Penguatan dan
Motivasi (motivational processes); untuk memperlihatkan tingkah laku dalam
kehidupan nyata tergantung pada kemauan dan motivasi. Selain itu perlu
pengulangan perbuatan agar memperkuat ingatannya dan bisa memperlihatkan
tingkah laku hasil meniru model.
Lingkungan atau pengaruh
social berperan sebagai model, strategi instruksi atau umpan balik (elemen
lingkungan untuk siswa) dapat berpengaruh pada faktor pribadi siswa seperti
tujuan, kepekaan efikasi untuk tugas, atribusi (keyakinan sukses atau gagal)
dan proses regulasi diri seperti perencanaan, monitor diri dan kendali terhadap
gangguan Model interaksi antara lingkungan, individu, dan perilaku merupakan
interaksi timbal balik yang saling menentukan sehingga pada proses tersebut
regulasi-diri terjadi (Schunk dalam Woolfolk, 2007).
Mendukung pernyataan
Schunk di atas, menurut Kirsh (2003) berdasarkan penelitiannya, kecenderungan chaos pada remaja dipengaruhi oleh
adanya “peak” yang terjadi saat awal masa remajanya. Peak yang dimaksudkan adalah suati introduksi yang mengandung chaos seperti seringnya remaja tersebut
memainkan game yang penuh dengan kekerasan sehingga game tersebut menjadi suatu
model yang akan ditiru seorang anak bahkan akan terus bertahan dalam jangka
waktu yang lama bila tidak segera diberikan treatment
yang dapat menormalkannya kembali.
Merupakan hal yang sangat
penting dalam menempatkan seorang anak dalam lingkungan yang sesuai, terutama
hal demikian dimulai pada tingkat keluarga inti (nuclear family). Maka sedapat mungkin keluarga memanfaatkan kondisi
ini dengan memposisikan diri menjadi sumber belajar yang efektif bagi anak,
memberikan pengalaman dan pelajaran yang berharga bagi anak. Tugas ini memang
tidak gampang. Dengan kata lain, menjadi model yang patut ditiru bagi anak
tidaklah mudah. Perlu skill dan wawasan yang luas tentang pendidikan anak usia
dini (Rolina, 2006).
Referensi
Arjanggi, R. & Titin S. 2010. Metode Pembelajaran Tutor Teman Sebaya Meningkatkan Hasil Belajar Berdasarkan Regulasi-Diri. Makara. Sosial Humaniora. 14(2): 91-97.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.
Bandura, A., & Dale, H.S. 1981. Cultivating Competence, Self-Efficacy, and Intrinsic Interest Through Proximal Self-Motivation. Journal of Personality and Physiology. 41(3): 586-598.
Eisenberg L. 1995. The
social construction of the human brain. Am. J. Psychiatry. 152:1563–75
Hall, dkk. 2002. “Teori-teori Sifat dan Behavioristik” dalam “Psikologi Kepribadian 3 (Editor Dr. A. Supratiknya)”. Cetakan ke-10 (Terjemahan). Kanisius. Yogyakarta.
Harr´e R, Gillet G. 1994.
The Discursive Mind. Thousand Oaks. CA: Sage
Kirsh, S.J. 2003. The Effects of Violent Video Games on Adolescents The Overlooked Influence of Development. Aggression and Violent Behavior. Vol 8. Pp: 377-389.
Mustafa, H. 2011. Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Administrasi Bisnis. 7(2): 143-156.
Rolina, N. 2006. Keluarga: Sebagai Sumber Belajar Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Suatu Tinjauan Menurut Teori Sosial Kognitif Bandura). Majalah Ilmiah Pembelajaran. 2(2): 207-216.
Rustika, I.M. 2012. Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura. Buletin Psikologi. 20(1-2): 18-25.
Soemanto, W. 2012.
Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta.
Winataputra, U.S. 2007.
Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Universitas Terbuka: Jakarta.
Woolfolk, A. (2007). Educational Psychology. USA: Pearson Education Inc.
0 comments: